Cara berpikir sinkronik mempunyai arti cara berpikir yang mengutamakan penggambarkan sebuah peristiwa sejarah dalam rentang waktu yang pendek secara mendalam dan sistematis. Secara bahasa, sinkronik juga berasal dari bahasa Yunani, yaitu “syn” yang artinya dengan dan “chronos” yang berarti waktu. Fokus dalam kajian peristiwa sejarah secara sinkronik berdasarkan pola-pola, gejala, dan karakter kejadian tersebut bersifat horizontal. Tidak ada konsep perbandingan dengan kejadian lain. Cakupan kajian lebih sempit dari konsep diakronik. Ciri-ciri cara berpikir sinkronik dalam sejarah dapat dilihat dalam gambar di bawah ini.
Baca : Cara berpikir diakronik
Konsep berpikir ini menekankan terhadap struktur mengenai ilmu sosial secara lebih luas dalam sebuah ruang. Sehingga dalam pendekatan sinkronis lebih menganalisa sesuatu tertentu pada waktu atau zaman tertentu pula.
Sifat sinkronik biasanya tidak berusaha untuk membuat kesimpulan tentang perkembangan peristiwa yang terjadi, akan tetapi hanya melakukan proses analisis suatu kondisi tertentu.
Contoh pembahasan mengenai konsep sejarah sinkronik adalah kajian dari Prof. Sartono Kartodirjo seorang Bengawan sejarah Indonesia. Sartono Kartodirjo merekonstruksi peristiwa pemberontakan petani Banten pada tahun 1888. Beliau menjelaskan mengenai aspek-aspek mengenai latar belakang munculnya pemberontakan petani Banten pada tahun 1888. Peristiwa ini terjadi karena aspek sosial, agama, politik dan pemerintahan.
Sumber :
Gottchalk, Louis. 1986. Mengerti Sejarah Penerjemah Nugroho Notosusanto. Yogyakarta: Tiara Wacana
Kuntowijoyo. 2005. Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta: Bentang Pustaka
Oktaviana, Sari. 2021. Ilmu Pengetahuan Sosial. Jakarta : Pusat Perbukuan dan Kurikulum Badan Penelitian dan Pengembangan dan Perbukuan Kemdikbudristek
Ricklef. M.C. 2008. Sejarah Indonesia Modern 1200-2008. Jakarta : Serambi
R. Soekmono. 2006. Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 1. Yogyakarta : Kanisius