September 30, 2023
Kapal Jung milik kerajaan Demak
Perjuangan Bangsa Indonesia Sebelum dan Sedudah 1908
Kedatangan Sekutu dan Belanda di Indonesia
Apa yang di maksud dengan penelitian Sejarah
Kebijakan VOC di Indonesia
Berdirinya VOC Dan Hak Oktroi
Rakyat Maluku melawan Portugis
Kerajaan Demak di pimpin Pati Unus Melawan Portugis
Perlawanan Raja Lokal terhadap Bangsa Eropa
Masa berburu dan Mengumpulkan makanan
Latest Post
Kapal Jung milik kerajaan Demak Perjuangan Bangsa Indonesia Sebelum dan Sedudah 1908 Kedatangan Sekutu dan Belanda di Indonesia Apa yang di maksud dengan penelitian Sejarah Kebijakan VOC di Indonesia Berdirinya VOC Dan Hak Oktroi Rakyat Maluku melawan Portugis Kerajaan Demak di pimpin Pati Unus Melawan Portugis Perlawanan Raja Lokal terhadap Bangsa Eropa Masa berburu dan Mengumpulkan makanan

Pengertian Bhinneka Tunggal Ika

Burung Garuda sebagai Simbol Bhinneka Tunngal ika

Bhinneka Tunggal Ika adalah moto atau semboyan Indonesia. Frasa ini berasal dari bahasa Jawa Kuna dan seringkali diterjemahkan dengan kalimat “Berbeda-beda tetapi tetap satu”.

Diterjemahkan per patah kata, kata bhinneka berarti “beraneka ragam” atau berbeda-beda. Kata neka dalam bahasa Jawa Kuna berarti “macam” dan menjadi pembentuk kata “aneka” dalam Bahasa Indonesia. Kata tunggal berarti “satu”. Kata ika berarti “itu”.

Secara harfiah Bhinneka Tunggal Ika diterjemahkan “Beraneka Satu Itu”, yang bermakna meskipun berbeda-beda tetapi pada hakikatnya bangsa Indonesia tetap adalah satu kesatuan.

Selain itu terdapat juga kata “Bhinneka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mangrwa” yang memiliki arti Terpecah belahlah itu, tetapi satu jualah itu. Tidak ada kerancuan dalam kebenaran.

Semboyan Bhinneka Tunggal Ika

Semboyan ini digunakan untuk menggambarkan persatuan dan kesatuan Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri atas beraneka ragam budaya, bahasa daerah, ras, suku bangsa, agama dan kepercayaan.

Kalimat ini merupakan kutipan dari sebuah bahasa  Jawa Kuna yang berada dalam sebuah kitab yakni kitab Sutasoma, yang ditulis oleh Mpu Tantular semasa kerajaan Majapahit sekitar abad ke-14. Kitab ini istimewa karena mengajarkan toleransi antara umat Hindu Siwa dengan umat Buddha.

Kutipan ini berasal dari pupuh 139, bait 5. Bait ini secara lengkap seperti di bawah ini:

Rwāneka dhātu winuwus Buddha Wiswa,

Bhinnêki rakwa ring apan kena parwanosen,

Mangka ng Jinatwa kalawan Śiwatatwa tunggal,

Bhinnêka tunggal ika tan hana dharma mangrwa.

 

Yang artinya:

Kewujudan Buddha dan dewa siwa dilihat berbeda,

Tentu berbeda tetapi kebenaran boleh dikenal pasti,

Sebab kebenaran Buddha dan Siva satu jua,

Kelihatan beraneka tetap satu jua, itulah kewajiban.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *